Hikmah

Apa Itu Syiah? Berikut Pengertian, Sejarah dan Aliran-Alirannya

Kastolani Marzuki ยท Selasa, 22 Juni 2021 - 15:56 WIB
Apa Itu Syiah? Berikut Pengertian, Sejarah dan Aliran-Alirannya
Kaum Syiah di Iran memeringati tragedi Karbala yakni terbunuhnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. (Foto: AFP)

JAKARTA, iNews.id - Apa Itu Syiah? Syiah merupakan sempalan atau sekte dalam Islam yang dianggap telah melenceng dari ajaran agama. Meski demikian, tidak semua kaum Syiah dianggap sesat karena masih ada sebagian dari mereka yang mengimani Al Qur'an.

Peneliti Balai Litbang Agama Semarang Kemenag, Moh Hasim dalam artikenlnya berjudul Syiah: Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia dikutip dari jurnalgarmoni.kemenag.go.id menjelaskan, Syiah dari segi bahasa (etimologi) berarti pengikut, pecinta, pembela, yang ditujukan kepada ide, individu atau kelompok tertentu (Shihab, 2007).

Syiah dalam arti kata lain dapat disandingkan juga dengan kata Tasyayu’ yang berarti patuh/mentaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati dengan penuh keikhlasan tanpa keraguan.

Penggunaan kata Syiah dari sisi bahasa ini telah banyak diungkap dalam al-qur’an dan literatur-literatur lama. Dalam Al Quran penggunaan kata Syiah terdapat dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 83 yang artinya: “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar sebagai pendukungnya (Nuh)”.

Kata “Syiah”dalam kebahasaan sudah dikenal sejak awal kepemimpinan Islam, sebagai identifikasi terhadap kelompokkelompok yang mengidolakan seseorang yang dianggap sebagai tokoh.

Adapun Syiah dalam arti terminologi terdapat banyak pengertian yang sangat sulit dapat mewakili seluruh pengertian Syiah. Dalam Ensiklopedi Islam, Syiah yaitu kelompok aliran atau paham yang mengidolakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. dan keturunannya adalah Imam-Imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad SAW (Ensiklopedi Islam, 1997).

Muhammad Husain Attabi’i dalam bukunya “Syiah Islam” memberikan pengertian bahwa Syiah adalah kaum muslimin yang menganggap penggantian Nabi Muhammad Saw adalah merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh keluarga nabi dan mereka yang dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti ahlul bait (Husayn Attabi’i, 1989: 32).

Sedangkan Qurais Shihab dengan mengutip pendapat Ali Muhammad al-Jurjani mendefinisikan bahwa Syiah, yaitu mereka yang mengikuti Sayyidina Ali ra dan percaya bahwa beliau adalah Imam sesudah Rasul saw. Dan percaya bahwa imamah tidak keluar dari beliau dan keturunannya.

Pendapat Shihab ini lebih mencerminkan sebagian dari golongan dalam Syiah-untuk sementara ini dapat diterima karena telah mencerminkan definisi untuk kelompok Syiah terbesar yaitu Syiah Itsna Asyariyah. (Shihab 2007).

Syiah adalah kenyataan sejarah umat Islam yang terus bergulir.Lebih dari 1.000 tahun, Syiah mengalami perjalanan sejarah, tidak serta merta hadir dipanggung perdebatan dan konflik sosial seperti saat ini. 

Sejarah Munculnya Syiah

Sepanjang sejarah itu, konflik Syiah selalu ada dalam dimensi-dimensi waktu yang berbeda dengan segala pernik persoalan. Kapan Syiah itu muncul, juga mengalami pertentangan.

Ada yang menilai bahwa Syiah sebenarnya adalah kelompok sempalan Islam buatan orang Yahudi, Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ sang Yahudi dituduh sengaja membentuk kelompok baru dalam Islam untuk memecah belah dan menghancurkan umat Islam.

Dilihat dari data sejarah, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah kelompok yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abu Tholib dan keturunannya (ahlul ba’it) maka cikal bakal kemunculan kelompok Syiah sudah ada sejak awal kepemimpinan Islam pasca kerasulan Muhammad.

Kemunculan kelompok Syiah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan Nabi SAW setelah meninggalnya.

Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, muncul fakta ada sebagian dari umat Islam yang berpendapat bahwa sebenarnya Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak memegang tampuk pimpinan Islam pada waktu itu. 

Kepercayaan ini berpangkal pada pandangan tentang kedudukan Ali dalam hubungannya dengan Nabi, para sahabat dan kaum muslimin umumnya.

Sahabat Ali ra adalah orang terdekat nabi, sebagai menantu dari anaknya, Fatimah. Dalam perjuangan Islam, Ali juga tidak diragukan lagi pengorbanannya. Kuatnya keyakinan kelompok pendukung ali peristiwa Ghodir Khumm setelah menjalankan haji terakhir, nabi memerintahkan pada Ali sebagai penggantinya dihadapan umat muslim, dan menjadikan Ali sebagai pelindung mereka (Tabbathaba’i, 1989).

Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan oleh kelompok Syiah. Menurut kalangan Syiah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya terbaring belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk memilih kholifah bagi kaum muslimin, dengan alasan menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan problem sosial saat itu.

Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali dan sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin diubah lagi, ketika Abu Bakar didaulat menjadi khalifah pertama. (Thabathab’i, 1989: 39).

Aliran dalam Syiah

Syiah menurut Shihab dengan mengutip pendapat Al-Baghdadi (wafat 429 H) pengarang kitab al-farqu baina al-firaq, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu Zaidiyah, Ismailiyah, Isna ‘Asyarirah, Ghulat (ekstremis). Munculnya berbagai macam golongan Syiah disebabkan oleh karena pebedaan prinsip keyakinan dan berbedaan dalam hal pergantian Imam, yaitu sesudah Imam al-Husein, Imam ketiga, sesudah Ali Zaenal Abidin, imam keempat dan sesudah Ja’far Sadiq, Imam keenam (Shihab, 2007: 66).

Syiah adalah paham keagamaan yang menyandarkan pada pendapat Sayidina Ali (khalifah ke empat) dan keturunannya yang muncul sejak awal pemerintahan Khulafaurrasyidin. Syiah berkembang menjadi puluhan aliranaliran karena perbedaan paham dan perbedaan dalam mengangkat Imam.

Perkembangan syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia; Kedua, pasca revolusi Islam Iran; Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran; dan Empat, Tahap keterbukaan melaui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News