JAKARTA, iNews.id - Hukum trading dalam Islam, haram atau halal? Pertanyaan itu mungkin banyak terlintas di benak Muslim terutama yang baru berkecimpung di usaha trading.
Hukum trading dalam Islam menurut para ulama adalah boleh atau mubah selagi tidak ada unsur riba dan spekulasi.
Trading adalah kegiatan jual beli di pasar finansial. Bentuk trading ini bermacam-macam seperti mata uang atau trading forex maupun saham.
Dikutip dari laman mui.or.id, hukum transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh atau mubah. Sebagaimana dijelaskan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (al-Sharf), namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Jenis-Jenis Transaksi dan hukumnya
a. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِdan merupakan transaksi internasional.
b. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA mengatakan, kajian tentang masalah bursa saham dengan segala aktivitasnya seperti short selling (al-bai'u 'ala al-maksyuf) atau margin trading dan sejenisnya, telah dibahas secara panjang lebar dan berkala. Hasilnya berupa keputusan yang diberi nomor 65/67 oleh lembaga tersebut.
Para ulama telah mengundang hadir para pakar ekonomi dan praktisi di bursa saham, lalu mereka melakukan kajian. Akhirnya mereka membuat kesimpulan dengan menyatakan bahwa keharaman yang wajib dihindari dari masalah itu adalah haramnya membeli saham dengan pinjaman ribawi.
Bentuk yang biasa dilakukan oleh pialang saham atau lainnya kepada pembeli adalah dengan menjadikan saham sebagai jaminan.
Haramnya tindakan tersebut karena di dalamnya ada riba yang dikuatkan dengan jaminan. Keduanya merupakan aktivitas yang diharamkan di dalam syariah, berdasarkan nash hadits yang melaknat pemakan riba, pemberinya, penulis dan kedua saksinya.
Hal kedua yang menjadi titik keharaman transaksi ini adalah haramnya seseorang menjual sesuatu yang bukan miliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Rasulullah SAW melarang jual beli sesuatu yang tidak dimiliki dan melarang keuntungan dari sesuatu yang tidak bisa dijamin kepastiannya".
Bentuk kongkritnya seperti menjual saham yang tidak dimiliki oleh penjual pada waktu akad, sementara dia hanya menerima janji dari pialang dengan menghutangkan saham pada waktu jatuh tempo penyerahan. Karena hal itu merupakan salah satu bentuk jual-beli sesuatu yang tidak dimiliki oleh penjual.
Larangan tersebut bertambah kuat jika disyaratkan penyerahan harga kepada pialang untuk ia manfaatkan dengan menabungkannya dengan bunga untuk meraih kompensasi atas pemberian pinjamannya.
Boleh jadi seorang penjual melakukan proses itu karena dia memperkirakan harga akan jatuh. Jika dia menjual surat berharga hari ini dengan Rp200.000, misalnya, dia memperkirakan bahwa harga akan turun setelah 15 hari, yaitu hari jatuh tempo akad menjadi Rp150.000. Sehingga dia membeli surat berharga tersebut pada hari itu seharga Rp 150.000 dan menyerahkannya kepada pembeli dalam akad short sale yang telah dibeli darinya seharga Rp200.000, sehingga ia memperoleh keuntungan dari selisih kedua harga tersebut sebesar Rp50.000.
Sedangkan pembeli melakukan proses transaksi ini karena dia bertaruh bahwa harga akan naik. Dia memperkirakan bahwa harga surat tersebut akan mencapai Rp250.000 pada hari jatuh tempo. Padahal dia membeli hanya dengan harga Rp200.000,- saja. Sehingga dia akan mendapatkan keuntungan (capital gain) dari perbedaan kedua harta tersebut seharga Rp50.000.
Efek buruknya permainan ini adalah bahwa setiap pihak yang mengharapkan turun dan naiknya harga berusaha dengan segala cara, terutama yang tidak syar'i agar perkiraannya benar sehingga ia memperoleh keuntungan. Di antara cara-cara yang ditempuhnya antara lain: penyebaran isu-isu, melakukan transaksi fiktif atau formalitas belaka, menyebarkan perasaan waswas dalam pasar modal dan lainnya. Dari sinilah muncul bencana dan krisis.
Dan jelas sekali keharaman bentuk short sale ini adalah pada masalah bahwa penjualan tidak memiliki barang (surat berharga) yang menjadi objek akad jual beli tersebut. pada waktu akad.
Dia hanya berspekulasi pada turunnya harga, di mana dia memperkirakan turunnya harga saham yang dia jual kemudian dia membeli pada waktu jatuh tempo dengan harga yang lebih murah sebagaimana ia perkirakan, sedangkan ia telah menjual saham tersebut dengan harga yang lebih tinggi sehingga ia memperoleh keuntungan perbedaan harga.
Dalam waktu sama, pembeli surat berharga tersebut berspekulasi bahwa harta akan naik, padahal ia telah membeli dengan harga yang lebih murah. Sehingga ia akan memperoleh keunutngan perbedaan dua harga tersebut.
Wallahu A'lam
Editor : Kastolani Marzuki
Follow Berita iNews di Google News