Hikmah

Isi Perjanjian Aqabah Pertama dan Kedua, Ini Sejarah serta Latar Belakangnya

Kastolani Marzuki · Kamis, 17 Juni 2021 - 18:58 WIB
Isi Perjanjian Aqabah Pertama dan Kedua, Ini Sejarah serta Latar Belakangnya
Masjid Nabawi di Kota Madinah merupakan masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW saat hijrah ke Madinah. (Foto: iNews.id)

JAKARTA, iNews.id - Isi Perjanjian Aqabah antara Nabi Muhammad SAW dengan perwakilan penduduk Yatsrib yang kini disebut Kota Madinah pada garis besarnya memuat tentang kesetiaan mereka untuk melindungi Nabi Muhammad SAW.

Ada dua peristiwa perjanjian Aqabah. Perjanjian Aqabah pertama terjadi pada tahun ke-12 kenabian (621 M). Sedangkan Perjanjian Aqabah kedua terjadi pada tahun ke-13 kenabian (622 M). 

Pada Perjanjian Aqabah pertama, ada 12 penduduk Yatsrib datang ke Makkah untuk berhaji. Mereka terdiri atas 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku “Aus”. 

Kedatangan mereka ke Makkah, di samping untuk berhaji, juga bermaksud ingin menemui Rasulullah SAW. Namun Rasulullah SAW tidak bersedia menemui mereka di Kota Makkah, karena khawatir akan dicelakai oleh orang-orang kafir Quraisy.

Akhirnya Nabi SAW bersedia menemui mereka di Desa Aqabah ( sebuah desa di dekat Mina) pada suatu malam. Pada malam itu juga, mereka melakukan perjanjian atau baiat tanda setia kepada Rasulullah SAW.

Penduduk Yatsrib yang terkenal memiliki sifat ramah, lemah lembut, dan suka menolong itu berjanji untuk setia dan melindungi keselamatan dan keamanan dakwah Nabi SAW.

Baiat tersebut dikenal dengan nama Baiat Aqabah Pertama ( Baiat al-Aqabah al-Ula) atau Baiat an-Nisa’ (Baiat Wanita). Hal itu karena di antara mereka terdapat seorang wanita, yaitu Afra binti Ubaid Ibnu Tsa’labah. Dialah wanita Yatsrib pertama yang berbaiat kepada Rasulullah SAW. 

Berikut Isi Perjanjian Aqabah Pertama:

1. Tidak mempersekutukan Allah.

2. Tidak berdusta.

3. Tidak mencuri.

4. Tidak membunuh anak-anak perempuan.

5. Tidak memfitnah.

6. Tidak melakukan hal-hal tercela.

7. Akan tetap setia kepada Allah dan Rasul-Nya.

Satu tahun setelah Baiat Aqabah pertama, yakni pada tahun ke-13 kenabian (622 M) sebanyak 75 orang penduduk Yatsrib (ada riwayat yang menyebutkan 73) dipimpin oleh Al-Barra bin Ma’rur bersama Mush’ab bin Umair datang ke Mekah meminta agar Rasulullah SAW hijrah ke Yatsrib.

Nabi SAW memanggil Mush’ab dan meminta keterangan tentang perkembangan dakwah Islam di Yatsrib. Setelah mendengar penjelasan Mush’ab tentang keberhasilannya dalam mengajarkan agama Islam di sana, dengan didampingi pamannya yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib, akhirnya Nabi Saw. menemui penduduk Yatsrib di Aqabah pada saat tengah malam.

Pada pertemuan itu penduduk Yatsrib meminta dengan sangat agar Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib dan bersedia menjadi pemimpin bagi mereka di sana. Pada malam itu juga mereka berbaiat kepada Rasulullah.

Baiat kali ini disebut Perjanjian Aqabah Kedua atau Baiat Aqabah Kubra.

Berikut Isi Perjanjian Aqabah Kedua:

1. Berjanji untuk taat dan setia kepada Rasulullah SAW baik dalam keadaan senggang maupun sibuk.

2. Berjanji untuk tetap berinfak, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit.

3. Berjanji untuk tetap melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran.

4. Berjanji untuk tetap teguh membela kebenaran karena Allah SWT Tanpa rasa takut dicela.

5. Berjanji untuk tetap membantu dan membela Rasulullah sebagaimana membela diri sendiri dan keluarganya.

Setelah 12 orang berbaiat di hadapan Rasulullah SAW mereka meminta agar Nabi SAW mengutus salah seorang sahabat untuk mengajarkan Al-Qur'an dan menjadi imam kaum Muslimin di Yatsrib. 

Untuk itu Rasulullah SAW mengutus Mush’ab bin Umair agar berangkat ke Yatsrib bersama mereka. Akhirnya mereka kembali ke Yatsrib bersama Mush’ab bin Umair untuk melakukan dakwah Islam di sana. 

Permintaan penduduk Yatsrib agar Rasulullah hijrah ke negerinya Penduduk Yatsrib yang terkenal memiliki sifat ramah, lemah lembut, dan suka menolong itu bukan hanya berjanji untuk setia dan melindungi Nabi SAW, namun mereka juga meminta kepada Rasulullah SAW untuk berhijrah ke Yatsrib. 

Permintaan itu mereka sampaikan pada peristiwa Perjanjian Aqabah. Baik pada Perjanjian Aqabah pertama maupun kedua. Oleh karena itu Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin agar segera hijrah ke Yatsrib. 

Tercatat sebanyak 75 orang penduduk Yatsrib sedang berbaiat di hadapan Rasulullah SAW di Desa Aqabah dan meminta Nabi SAW untuk berhijrah ke Yatsrib.

Setelah orang-orang Yatsrib tersebut mengucapkan baiat, mereka diminta Rasulullah SAW agar memilih 12 pemimipin dan wakil mereka dalam melaksanakan tanggung jawab atas keselamatan kaumnya masing- masing, yakni sembilan orang perwakilan suku Khazraj dan 3 orang dari suku Aus.

Sepulang dari Mekah mereka mengajak sanak famili dan kerabat mereka untuk memeluk agam Islam. Usaha mereka berhasil dengan sangat baik. Sehingga pada saat Rasulullah Saw. hijrah ke Yatsrib pada Tanggal 12 Rabiul Awwal bertepatan pada Tanggal 22 September 622 M, pengikut agama Islam di Yatsrib sudah lebih dari 500 orang.

Gangguan Kaum Musyrikin

Sejak awal perjalanan kenabiannya di kota Makkah yang merupakan tanah kelahiran Nabi SAW, kaum Musyrikin selalu mengganggu dakwah Rasulullah SAW. 

Muslim yang merasa tak nyaman diperkenankan Nabi hijrah ke Habasyah sampai dua kali. Nabi pun memilih Thaif, kota di luar Makkah, sebagai sasaran dakwahnya. 

Tak mendapat sambutan baik di Thaif, Nabi kembali ke Makkah, hingga pada 621 Masehi, datanglah 12 orang Yatsrib yang ingin masuk Islam. Nabi membaiatnya di Aqabah. 

Dinasti Abbasiyah membangun Masjid Baiat di Aqabah itu, di sebelah barat Jamarat Aqabah. 

Wallahu A'lam

Sumber: Buku Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2013 Kemenag.


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News