skin ads
skin ads
Hikmah

Khutbah Jum'at tentang Menjaga Lisan agar Terhindar dari Dosa Besar

Kastolani Marzuki · Jumat, 25 Maret 2022 - 05:30 WIB
Khutbah Jum'at tentang Menjaga Lisan agar Terhindar dari Dosa Besar
Khutbah Jum'at tentang menjaga lisan. (Foto: Freepik)

JAKARTA, iNews.id - Khutbah Jum'at tentang Menjaga Lisan yang bisa jadi bahan interospeksi bagi tiap Muslim agar selamat di dunia dan akhirat dari bahaya silap lidah.

Pepatah mengatakan bahwa mulutmu harimaumu. Artinya, tiap Muslim harus menjaga perkataan maupun lisannya agar tidak mudah mengumpat, ghibah maupun mengumbar perkataa yang tidak baik.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari bersabda bahwa, keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.                                   

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

Penting untuk menjaga lisan. Sebab lisan diibaratkan pisau yang apabila salah menggunakannya akan melukai banyak orang.

Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga mewujud dalam aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya, sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tak menyinggung orang lain.

Allah memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun yang buruk. Allah Ta'ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf [50]: 18)

Berikut naskah Khutbah Jum'at tentang Menjaga Lisan dilansir dari laman dakwahnu:

اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: 58)

Maasyiral muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa taala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.

Di antara maksiat lisan adalah mencaci seorang Muslim, melaknatnya, melecehkannya dan mengatakan setiap perkataan yang menyakiti hatinya tanpa ada sabab syari (alasan yang dibenarkan oleh syariat).

Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Maknanya: “Mencaci seorang Muslim adalah kefasikan” (HR al-Bukhari)

Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan karena ia tergolong dosa besar.

Sedangkan melaknat artinya adalah mencaci orang lain serta mendoakannya agar dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah. Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang muslim hukumnya dosa besar.

Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan:

لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Melaknat seorang Mukmin serupa dengan membunuhnya” (Muttafaqun alaih)

Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat sesorang Mukmin yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيْءِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)

Maknanya: “Seorang Mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yang berkata keji dan kotor” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan lain-lain)

Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tegas bersabda:

إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Maknanya: “Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain karena takut akan perkataan keji dan kotornya” (HR al-Bukhari)

Sebaliknya, Mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya” (Muttafaqun alaih)

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Oleh karena itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Lidah bisa menjadi bencana bagi diri sendiri, karena jika tidak hati-hati, ucapan-ucapan yang haram dan mengandung dosa akan meluncur dari lidah kita.

Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah adalah nikmat yang agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.” Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri.

Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.

Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaqun alaih)

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)

Maknanya: “Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya” (HR ath-Thabarani)

Sahabat Nabi yang lain, Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bertanya balik:

وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)

Maknanya: “Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?” (HR at-Tirmidzi)

Baginda Nabi juga menasihatkan:

إِنَّكَ لَمْ تَزَلْ سَالِمًا مَا سَكَتَّ فَإِذَا تَكَلَّمْتَ كُتِبَ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)

Maknanya: “Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun jika engkau telah berbicara, maka ucapanmu akan bermanfaat bagimu atau membahayakanmu” (HR ath-Thabarani)

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam sebuah peribahasa dikatakan: “Terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik.” Artinya perkataan yang tajam kerap kali menjadikan celaka diri dan tidak dapat ditarik kembali. Sebab itu jika orang hendak berucap, hendaklah dipikirkan lebih dahulu. Sangat penting bagi kita untuk berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum berkomentar. Berpikir sebelum menulis di medsos. Tulisan adalah salah satu dari dua lisan kita.

Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada pula mudaratnya di sisi yang lain, maka kita mengikuti prinsip: mencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik maslahah.

Saring sebelum sharing. Tidak setiap yang terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari. Jangan mengomentari sesuatu yang kita tidak ada ilmu tentangnya. Alih-alih komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan memperuncing masalah.

Demikian khutbah singkat tentang menjaga lisan pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News