JAKARTA, iNews.id - Berbuka puasa adalah momen yang ditunggu-tunggu setiap muslim saat menjalani ibadah puasa. Beberapa negara pun memiliki makanan khas yang biasa disajikan saat Ramadan.
Namun, bagaimana jika rasanya jika berbuka dengan dosa? Adalah mahasiswa Indonesia bernama Rivi Satrianegara yang berbuka puasa dengan dosa. Saat ini, Rivi tengah menempuh pendidikan S2 Communication and Media Studies di Monash University, Australia.
Eits, tapi bukan sembarang dosa karena yang dimaksud adalah makanan khas asal India. Iya, dosa adalah makan yang terbuat dari beras yang mirip dengan pancake atau crepes tipis.

Rivi diketahui mencoba dosa untuk pertama kali saat berbuka puasa bersama dengan teman-temannya di kota Melbourne, Australia. Menurutnya, Melbourne merupakan salah satu kota yang paling beragam di Australia karena ada berbagai orang dari mancanegara.
"Melbourne adalah salah satu kota di Australia yang paling beragam, khususnya dari berbagai negara di Asia. Meski populasi Muslim terbilang sedikit, tetap ada kegiatan-kegiatan yang diadakan komunitas Muslim dari berbagai negara," ujar dia saat dihubungi iNews.id, Rabu (19/4/2023).
Lulusan S1 dari Universitas Padjadjaran ini mengatakan masjid-masjid di pinggiran kota sering melaksanakan buka puasa bersama di masjid. Makanan yang disajikan pun beragam dari berbagai negara, salah satunya dosa.
"Waktu itu pernah dengan teman-teman dari Indonesia, juga Bangladesh, Pakistan, dan India. Mereka buat makanan tradisional masing-masing dan lucunya buka puasa tapi dengan dosa, makanan dari India," kisah dia sambil tertawa.
Suasana Ramadan di Australia

Rivi menjelaskan suasana Ramadan di Australia jelas berbeda dengan di Indonesia, seperti restoran yang tetap buka dan orang-orang makan di siang hari, serta adanya kegiatan yang tetap berlangsung hingga jam buka puasa. Hal itu pun dirasakan Rivi sebagai momen mempelajari keberagaman lebih dalam.
"Kadang jadi lupa sendiri kalau lagi puasa, bahkan ada lho orang asing yang nggak tahu Ramadan dan puasa itu apa. Tapi di satu sisi jadi lebih menghargai momen buka puasa yang ada di mana jumlahnya terbatas," kata dia.
Tak cuma itu, ia juga sempat mengalami puasa dengan waktu berbuka pukul 19.30 waktu setempat. Namun, per 2 April 2023 ada penyesuaian waktu tahunan yang membuat waktu maghrib menjadi lebih cepat.
"Setiap enam bulan ada Daylight Saving Time di Melbourne. Jadi awal-awal aku puasa itu buka puasa jam 19.30 waktu sini, subuhnya jam 6 pagi. Nah, per 2 April kemarin berubah jadi hampir sama dengan Indonesia, di mana buka puasa jam 6 sore," ucap Rivi.
Cuaca di Melbourne yang dingin dinilai Rivi sebagai hal yang membantu. Meskipun begitu, ia juga menganggapnya sebagai tantangan karena harus ada penyesuaian baru dengan lingkungan sekitar.
"Cuacanya dingin jadi lumayan membantu. Akhir-akhir ini suhu bisa 11-10 derajat, namun rasanya seperti 9-8 derajat. Meski membantu tapi tantangan juga, karena kadang dinginnya nusuk karena angin. Lalu, penyesuaian dengan puasa, lingkungan baru, jadi banyak yang harus di-adjust lah," ujarnya.
Sementara itu, Rivi mengaku sangat merindukan menu buka puasa kegemarannya, yaitu tahu isi dengan cabai rawit. Menurutnya, hanya tahu isi yang belum ia temukan di sana saat berbuka puasa sehingga ia sangat menginginkannya.
"Bakwan dan tempe sudah nemu, tahu isi nih yang belum. Apalagi cabai rawit, jarang ada di sini," tambah Rivi.
Tak dipungkiri, Rivi pun merindukan suasana berbuka puasa bersama keluarga dan kerabat, hingga suasana mudik Lebaran. Untuk itu, ia memiliki cara untuk mengobati rasa rindunya, yakni dengan melakukan video call bersama keluarga dan teman.
"Rindu banget, rencana nggak pulang selama dua tahun untuk kuliah, tapi karena Ramadan jadi kepikiran mau pulang karena lihat orang-orang mudik, itikaf, lalu persiapan Lebaran seperti saling kirim hampers. Ya sedih melewatkan banyak momen. Jadi kadang video call bersama keluarga atau teman-teman yang sedang bukber dari sini," tutur Rivi.
Nah, bagaimana dengan suasana Ramadan di daerah kamu?
Editor : Puti Aini Yasmin
Follow Berita iNews di Google News