Kisah Nabi Yahya Dibunuh Raja Herodus

Kastolani Marzuki · Jumat, 22 Mei 2020 - 05:32 WIB
Kisah Nabi Yahya Dibunuh Raja Herodus
Ilustrasi kisah Nabi Yahya as. (Foto: AFP)

JAKARTA, iNews.id - Kisah Nabi Yahya alaihi salam (as) merupakan putra Nabi Zakariya as yang dinanti-nantikan kehadirannya untuk meneruskan risalah Allah SWT. Saat itu, usia Nabi Zakarya sudah sepuh dan istrinya dalam keadaan mandul.

Setiap saat, Nabi Zakariya berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak. Berpuluh-puluh tahun doa itu tidak pernah terjawab.

Rois Syuriah PCINU Australia-New Zealand, Prof Nadirsyah Hosen mengatakan, ketika Nabi Zakariya berdo'a kepada Tuhan untuk diberikan anak, Tuhan kemudian menjawab doanya (QS Maryam:7) dan mengatakan bahwa anak itu diberi nama Yahya, serta "lam naj'al lahu min qablu samiyyan".

Artinya, menurut satu riwayat, "dan belum pernah kami jadikan sebelumnya yang bernama seperti dia (Yahya)" dan menurut riwayat lain diartikan "dan belum pernah kami ciptakan yang seperti dia (secara umum, bukan hanya namanya saja)".

Sampai di sini sudah terlihat keistimewaan Nabi Yahya. Nabi Zakariya (seperti juga Nabi Ibrahim) boleh jadi menunggu puluhan tahun akan kelahiran anaknya. Namun begitu Allah mengabulkan doanya, anak yg lahir bukan sembarang anak.

Keistimewaan Yahya berikutnya, dia telah diberi hikmah (sebagian ulama mengartikannya dengan kenabian) sejak masih anak-anak (QS Surat Maryam:13).

يٰيَحْيٰى خُذِ الْكِتٰبَ بِقُوَّةٍ ۗوَاٰتَيْنٰهُ الْحُكْمَ صَبِيًّاۙ

Artinya: Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (QS. Maryam: 12)

Yakni pelajarilah kitab Taurat itu dengan segenap kemampuanmu dan sungguh-sungguh. Yang dimaksud dengan hikmah ialah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad, dan suka kepada kebaikan serta menekuninya dengan segala kemampuannya, sedangkan saat itu ia masih kanak-kanak.

Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa Mamar telah mengatakan bahwa anak-anak berkata kepada Yahya ibnu Zakaria," Marilah kita main-main, hai Yahya!" Yahya menjawab, "Kita diciptakan bukan untuk main-main."

Keistimewaan lainnya ada pada QS Maryam:15. Allah berfirman:

وَسَلٰمٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوْتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا

"Kesejahteraan atas Yahya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia wafat dan pada hari ia dibangkitkan".

Ini mirip dengan ucapan Nabi Isa dalam QS Maryam: 33 yang berkata,

وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا

"Semoga kesejahteraan tercurah atasku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafat dan pada hari aku dilahirkan." Perbedaan antara dua kalimat ini terekam dalam satu riwayat yang menceritakan dialog Nabi Isa dan Nabi Yahya.

Keistimewaan Yahya lainnya adalah seperti dalam satu riwayat (lihat Tafsir At-Thabari), Nabi Muhammad bersabda, "Setiap anak Adam memiliki dosa di hari akhir nanti kecuali Yahya bin Zakariya."

Kontroversi terjadi mengenai riwayat ini karena dalam lanjutan hadis ini Nabi merujuk kepada kemampuan Yahya sebagai seorang 'lelaki'. Sebagian ulama mengatakan tidak ada dosa pada Yahya itu artinya dia tdk punya hasrat kepada lawan jenis atau dia tidak punya kemampuan untuk itu.

Yang mengejutkan adalah Yahya mati muda di tangan penguasa zalim yakni Raja Herodus yang berkuasa saat itu.

Nabi Yahya 'alaih asholatu wa as-salam dibunuh karena menolak cinta seorang wanita putri raja dan wanita tersebut menginginkan kematian Baginda Nabi Yahya setelah cintanya ditolak. Setelah sang raja membunuh Nabi Yahya dan menghadiahkan kepalanya kepada sang putri maka Allah menenggelamkan mereka dan keluarga mereka kedalam tanah dan rakyatpun bilang:

"Tuhannya Nabi Zakariya telah murka kepada raja kita, mari kita bunuh si Zakariya", merekapun (bani Isroil) berduyun-duyun mencari Nabi Zakariya 'alaih ash-sholatu wa as-salam namun tak ketemu, Iblispun turun tangan menunjukkan keberadaan Nabi Zakariya yang masuk pohon agar mereka dapat membunuhnya, mereka ingin membakar pohon itu namun Iblis menasehati mereka agar mereka membelahnya dengan gergaji, maka terbelahlah pohon dan jasad mulia Nabi Zakariya namun beliau tidak merasakan sakit.

Penjelasan tentang sebab dibunuhnya Nabi Yahya 'alaih as-salam / al-Bidayah wa an-Nihayah :

Sebagian mufassir menyatakan bahwa Yahya mati dibunuh atas perintah Kaisar Herodes. Kaisar yang lalim ini ingin menikahi anak tirinya sendiri. Yahya yang memegang teguh hukum Taurat menyatakan bahwa pernikahan tersebut terlarang. Kaisar Herodes haram menikahi anak tirinya sendiri. Kaisar murka lalu memerintahkan kepada prajuritnya untuk menangkap dan memenjarakan Yahya.

Mereka memaksa Yahya merobah fatwanya. Tetapi Yahya tetap teguh dengan pendiriannya. Akhirnya pernikahan itu tidak bisa dicegah. Isteri muda Kaisar tersebut menyatakan kepada Kaisar, jika dia benar-benar mencintainya, Kaisar harus bisa memenuhi permintaannya. Tentu saja Kaisa menyanggupinya dengan segala senang hati. Di luar dugaan, isteri muda Kaisar itu minta diberi hadiah kepala Yahya.

Segera para algojo diperintahkan untuk memenggal kepada Yahya dan mempersembahkannya kepada isterinya yang sadis dan kejam tersebut. Cerita tersebut  juga dikutip oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (XVI: 16).

Ada juga ulama yang menyatakan bahwa kematian Yahya sebagai syahid diisyaratkan dalam ungkapan hayyan pada ujung ayat 15 Surat Maryam yang sudah dikutip sebelumnya. Ungkapan itu mengisyarakan tentang kematianYahya  di dunia sebagai orang yang terbunuh dan syahid. Ini karena para syuhada tidak mati tetapi tetap hidup sebagaimana ditegaskan dalam Surat Ali Imran ayat 169. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (Q. S. Ali Imran 3: 169)

Pandangan ini dibantah oleh M. Quraish Shihab karena pada Surat Maryam ayat 33, Nabi Isa AS juga dinyatakan dibangkitkan hidup kembali. Juga dengan kata hayyan diujung ayat seperti pada kasus Yahya. Padahal tidak ada seorang Muslim pun yang percaya bahwa Nabi Isa mati terbunuh sebagaimana halnya Nabi Yahya. (Tafsir Al-Mishbah 8: 162)

Wallahu A’lam.

(Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB, suaramuhammadiyah)


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News