skin ads
skin ads
Hikmah

Macam-Macam Najis dan Cara Menyucikannya dalam Islam

Kastolani Marzuki · Kamis, 20 Mei 2021 - 11:00 WIB
Macam-Macam Najis dan Cara Menyucikannya dalam Islam
Air liur maupun daging anjing merupakan hewan yang tergolong najis mugholadoh dalam Islam.

JAKARTA, iNews.id - Macam-macam najis perlu diketahui Muslim. Pengertian najis dalam Islam adalah setiap benda yang haram untuk dimakan secara mutlak (kecuali dalam keadaan terpaksa) bukan karena menjijikan. 

Najis terbagi dalam tiga macam yakni, najis mugholadoh (berat), najis mutawassithah (sedang) dan najis mukhaffafah (ringan).

Dalam ajaran Islam, ibadah yang dijalankan seseorang baik sholat, membaca Al Qur'an maupun ibadah lainnya tidak diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala jika masih mempunyai najis. Sebab, salah satu syarat sah dan kunci diterimanya ibadah yakni suci dari najis.

Rasulullah SAW bersabda:

ابْنَ عُمَرَ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Ibnu Umar berkata, Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah dari curian (harta ghanimah).” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah) [No. 224 Syarh Shahih Muslim] Shahih.

Berikut macam-macam najis yang perlu diketahui Muslim:

1. Najis Mugholadoh

Najis mugholdoh atau najis berat ini bersumber dari hewan anjing atau babi. Cara menyucikan najis ini adalah dengan membasuh tujuh kali menggunakan air dan cucian yang pertama atau salah satunya menggunakan tanah, debu atau lumpur maupun semacamnya. Cara yang sama dilakukan untuk menyucikan najis yang berasal dari babi.

Ketentuan ini berdasarkan hadis riwayat al-Imam al-Bukhari dan Muslim, Nabi SAW bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

Artinya: “Cara menyucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah”.

Benda dan sifat najis harus sudah hilang pada saat basuhan pertama. Jika tidak, maka harus diulang-ulang sampai hilang, baru dilanjutkan dengan basuhan kedua, ketiga dan seterusnya sampai ketujuh. Jadi, yang dianggap sebagai basuhan pertama adalah basuhan yang menghilangkan benda dan sifat dari najis mughallazhah. Jika masih belum hilang, maka belum bisa dianggap satu basuhan. Campuran debu bisa diletakkan dalam basuhan yang mana saja. Tapi yang lebih utama pada saat basuhan pertama. Jika air yang digunakan adalah air keruh dengan debu, semisal air banjir, maka sudah dianggap cukup tanpa harus mencampurnya dengan debu.

2. Najis Mutawassithah

Jenis najis ini adalah semua najis selain najis mugholadoh dan najis mukhaffafah, yaitu Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan, seperti Air kencing, kotoran buang air besar dan air mani/sperma, termasuk bangkai, air susu hewan yang diharamkan, cairan memabukkan, dan lain sebagainya.

Cara membersihkan najis mutawassithah adalah dengan menghilangkan rupa, rasa dan baunya. Selain itu, tidak disyaratkan jumlah bilangan cucian seperti dalam najis mughalladzah. Najis mutawassithah sudah dinilai suci apabila rupa, rasa dan bau najis tersebut sudah hilang meski dengan sekali cucian.

Najis mutawassithah tersebut ada dua macam, yaitu najis hukmiyah dan najis ainiyah. Najis hukmiyah adalah najis yang mana benda, rasa, bau dan warnanya sudah hilang atau tidak tertangkap oleh indera kita. Cara menyucikan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air pada bagian yang terkena najis.

Sedangkan najis 'ainiyah adalah najis yang salah satu dari benda, rasa, bau dan warnanya masih ada atau tertangkap oleh indera. Cara menyucikannya adalah dengan membasuh najis tersebut sampai benda dan sifat-sifatnya hilang.

Jika najis ainiyah berada di tengah-tengah lantai misalnya, maka ada cara yang lebih praktis untuk menyucikannya, yaitu dengan dijadikan najis hukmiyah terlebih dahulu (dihilangkan benda, bau, rasa dan warnanya dengan digosok menggunakan kain basah misalnya, kemudian tempat najisnya dikeringkan). Setelah itu cukup mengalirkan air ke tempat yang tadinya basah. Cara ini bisa digunakan agar tidak usah mengepel lantai seluruhnya.

3. Najis Mukhaffafah

Najis Mukhaffafah atau najis ringan. Yang termasuk najis mukhaffafah yakni air seni atau kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan makanan selain ASI. Tata cara menyucikan najis mukhaffafah adalah cukup dengan hanya menyiramkan atau memercikkan air pada seluruh bagian yang terkena najis mukhaffafah.

Hal ini sesuai dengan hadis riwayat al-Imam al-Nasa’i dan Abu Daud dari Abu Samh, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan”.

Benda yang dapat menyucikan ada dua macam, yaitu air dan debu. Fungsi air untuk menyucikan telah ditegaskan dalam Alquran:

وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

Artinya: “Kami (Allah) turunkan dari langit berupa air sebagai bersuci” (QS al-Furqân [25]: 48)

Mengenai fungsi debu, Rasulullah Muhammad saw bersabda.:

جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضَ مَسْجِدًا وَتُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا

Artinya: “Telah dijadikan untuk kita bumi sebagai masjid (tempat shalat), dan debunya Untuk bersuci.” (HR. Muslim)[3]
Air bisa digunakan untuk menyucikan najis juga hadas. Sedangkan debu hanya bisa digunakan untuk tayamum dan campuran air ketika membasuh najis mugholadoh.

Wallahu A'lam.

Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salaafiyah-KTB (tuntunan shalat Bab 1 bersuci).


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News