skin ads
skin ads

Memahami Makna Tahun Baru Hijriah dan Sejarah 1 Muharram bagi Umat Islam

Kastolani Marzuki · Jumat, 21 Juli 2023 - 15:54 WIB
Memahami Makna Tahun Baru Hijriah dan Sejarah 1 Muharram bagi Umat Islam
Makna Tahun Baru Hijriah bagi umat Islam merupakan momentum tepat untuk beri'tibar. (Foto: Freepik)

JAKARTA, iNews.id - Makna Tahun Baru Hijriah bagi umat Islam merupakan momentum tepat untuk mengambil i'tibar (pelajaran) dari peristiwa hijarhnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.

Peristiwa hijrah tersebut kemudian dijadikan awal kalender Islam pada masa khalifah Umar bin Khatthab, yang kemudian dikenal dengan kalender Hijriyyah (tarikh hijriy).

Secara tekstual, peristiwa hijrah mengandung makna bahwa umat Islam bisa melakukan perjalanan fisik dari satu daerah ke daerah lain. 

Hijrah fisik menjadi pilihan manakala di tempat lama umat Islam kesulitan mengembangkan inovasi, kreasi dan membangun peradabannya.

Dikutip dari buku Hijrah Dalam Perspektif Fiqih Islam karya Isnan Ansari, peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW secara faktual tidaklah terjadi pada bulan Muharram (bulan pertama dalam kalender hijriah), namun terjadi di akhir bulan Shofar (bulan kedua) dan berakhir di awal bulan Robi’ul Awal (bulan ketiga). 

Namun tradisi bangsa Arab yang menjadikan bulan Muharram sebagian bulan di awal tahun, membuat peristiwa hijrah Nabi diperingati menjelang memasuki bulan Muharram.

Hijrah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, hajaro-yahjuru-harjron yang artinya meninggalkan dan menahan. Sedangkan secara istilah hijrah artinya meninggalkan suatu tempaat menuju tempat yang lain.

Sedangkan jika istilah hijrah dimaknai secara terminologis, khususnya dalam terminologi Islam (makna syar’i), maka ia bermakna meninggalkan sesuatu atas dasar untuk melakukan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.

Makna Tahun Baru Hijriah

Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengajak segenap umat muslim Indonesia memaknai peringatan 1 Muharram 1445 H sebagai momentum intropeksi diri dan memperkuat ikatan sosial.

"Tahun Baru Hijriah memiliki makna yang dalam dan menginspirasi umat Islam dalam berbangsa dan bernegara. Perayaan ini bukan sekadar seremonial melainkan mengandung hikmah dan pelajaran yang sangat penting. Salah satunya keberhasilan Nabi Muhammad meletakkan pondasi peradaban di Madinah yang berorientasi pada toleransi dan kerukunan umat bergama," kata Saiful Dasuki dilansir dari laman kemenag.go.id, Jumat (21/7/2023).

Saiful menambahkan melalui peringatan Tahun Baru Islam 1445 H ini umat muslim di Indonesia diharapkan untuk terus memperkuat rasa persatuan, kesatuan dan kebanggaan atas warisan sejarah Islam di Tanah Air.

"Bulan Muharram termasuk bulan yang dimuliakan Allah SWT. Karena itu, berperang di bulan ini tergolong dosa besar sebagai mana firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 217," kata Saiful.

Hikmah larangan perang ini, lanjut Saiful, juga mengandung konsekuensi pada larangan kepada umat untuk menjaga sikap dan tindakan yang dapat menyulut api perpecahan di suatu kelompok masyarakat seperti fitnah, intoleransi, sentimen, rasis, perundungan dan penganiayaan.

Sejarah 1 Muharram 

Sebagaimana disinggung di atas, penetapan 1 Muharram sebagai awal kalender hijriah tidak lepas dari ijtihad politik Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu. 

Motivasi terbentuknya penanggalan tersebut guna kelancaran sistem kenegaraan ketika itu. 

Ustaz Ahmad Zarkasih dalam Bukunya berjudul "Sejarah pembentukan Kalender Hijriyah terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan, dalam kitabnya Fathul-Baari (7/268), Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan secara detail runutan kejadian lahirnya penanggalan hijriyah tersebut. 

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menceritakan setelah 2,5 tahun menjabat sebagai khalifah, tepatnya pada tahun ke 17 Hijrah, Sayyidina Umar mendapat kiriman surat dari salah satu gubernurnya, yaitu Abu Musa al-Asy’ari yang mengadu kalau kebingungan; karena banyak surat Sayyidina Umar yang datang tapi tidak ada tanggalnya.

Karena itu, Abu Musa menyarankan kepada Sayyidina Umar untuk membuat sebuah penanggalan agar tidak terjadi lagi kebingungan di antara gubernur-gubernurnya. 

Mendapat aduan dan tersebut, akhirnya Sayydina Umar memanggil semua staf dan orang penting-nya untuk berdiskusi merumuskan dan memformulasikan sebuah penanggalan agar tidak lagi ada yang kebingungan.

Dalam diskusi itu, ada yang mengusulkan tahun pertama dimulai di Tahun Gajah; di mana Nabi SAW lahir. Ada juga yang mengusulkan di tahun wafatnya Nabi. Dan tidak sedikit yang mengusulkan di tahun Nabi diangkat menjadi Rasul saat wahyu pertama turun. Ada juga opsi di tahun hijrahnya Nabi ke Madinah. 

Empat opsi ini akhirnya sayyidina Umar memutuskan untuk memuali tahun di tahun hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah atas usulan dan rekomendasi Sayyidina Utsman dan Ali r.a. 

Sayyidina Umar tidak memilih tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Nabi menjadi Rasul karena memang ketika itu juga mereka masih berselisih tentang waktu kapan tepatnya Nabi lahir, dan kapan wahyu pertama turun. 

Sedangkan tahun wafatnya, Sayyidina Umar menolak menjadikannya permulaan tahun karena di tahun tersebut banyak kesedihan. Akhirnya Khalifah Umar memilih tahun hijrahnya Nabi; selain karena jelasnya waktu tersebut, hijrah juga dianggap menjadi pembeda antara yang haqq dan yang bathil ketika itu. Selain itu, menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah sebelumnya hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi.

Karena itulah kalender ini dinamakan kalender Hijriyah sebab yang menjadi acuan awalnya ialah hijrahnya Nabi Muhammad SAW.

Setelah bersepakat bahwa awal tahun itu terhitung sejak tahun Nabi Hijrah, perdebatan kembali memanas tentang bulan apakah yang menjadi awal bulan-bulan hijriyah ini?

Tentu saja ada yang menawarkan bulan Rabi’ alAwwal sebagai bulan pertama tahun Hijriyah karena bulan itu ialah bulan Hijrahnya Rasul. Akan tetapi sayyidina Umar justru memilih bulan Muharram untuk jadi bulan pertama pada susunan tahun
Hijriyah.

Selain karena rekomendasi sayyidian Utsman, Khalifah Umar memilih Muharram dengan alasan bahwa hijrah walaupun terjadi di bulan Rabi’ al-Awwal, akan tetapi muqadimah (permulaan) Hijrah terjadi sejak di bulan Muharram. 

Khalifah Umar mengatakan bahwa wacana hijrah itu muncul setelah beberapa sahabat membaiat Nabi, dan Baiat itu terjadi di pengujung bulan Dzulhijjah, semangat baiat itulah yang mengantarkan kaum muslim untuk berhijrah. Dan bulan yang muncul setelah Dzulhijjah ialah bulan Muharram. Karena itu Khalifah Umar memilih Muharram sebagai bulan pertama di tahun Hijriyah.

Itulah ulasan Makna Tahun Baru Hijriah dan Sejarahnya bagi Umat Islam.

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News