skin ads
skin ads
Hikmah

Pengertian Qiyas, Rukun serta Contohnya dalam Hukum Islam

Kastolani Marzuki · Senin, 13 September 2021 - 00:30 WIB
Pengertian Qiyas, Rukun serta Contohnya dalam Hukum Islam
Qiyas merupakan satu dari empat sumber hukum Islam. (Foto: ist)

JAKARTA, iNews.id - Pengertian qiyas secara terminologi menurut Dr Wahbah Az-Zuhaily adalah menjelaskan status hukum syariah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nashnya dengan masalah lain yang sebanding dengannya.

Qiyas merupakan satu dari empat sumber hukum Islam selain dua sumber utama tentunya yakni, Al Quran, As Sunnah. Selain itu, ijma atau kesepakatan ulama yang disepakati secara bulat oleh semua ulama dan semua mazhab. 

Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA dalam bukunya Qiyas Sumber Hukum Syariah Keempat menjelaskan, Qiyas penting dibahas karena punya beberapa keunikan yang tidak dimiliki oleh tiga sumber yang lain yaitu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Kata qiyas (قياس (berasal dari akar kata qaasa -yaqishu - qiyaasan (قياسا يقيس قاس ). Makna qiyas secara sederhana adalah pengukuran (تقدير). Sedangkan bila pengertian secara bahasa ini mau dilengkapi, Dr.Wahbah Az-zuhaily menyebutkan : Mengetahui ukuran sesuai dengan apa yang semisal dengannya.

Menggunakan qiyas itu adalah ajaran inti dari Rasulullah SAW. Memang Nabi SAW memberi warisan berupa Al-Quran dan Sunnah, yang selama berpegang pada keduanya tidak akan pernah sesat selamanya.

Namun Rasulullah SAW juga mengajarkan bagaimana caranya menarik kesimpulan hukum dari keduanya, meski kasusnya tidak tertuang secara tekstual. 

Rukun Qiyas

Biar qiyas bisa terjadi, menurut para ulama ushul, qiyas itu memerlukan empat unsur utama. Empat unsur ini sering juga disebut dengan rukun :

1. Al-Ashlu

Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu (األصل) sebagai hukum yang sudah jelas dengan didasarkan pada nash yang jelas.
Dalam contoh di atas, air perasan buah kurma dan anggur termasuk contoh al-ashlu. Sebab pada waktu turunnya ayat haramnya khamar, keduanya adalah khamar yang dikenal di masa itu.

2. Al-Far'u

Makna al-far'u (الفرع) adalah cabang, sebagai lawan kata dari al-ashlu di atas. Yang dimaksud dengan al-far'u adalah suatu masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya di dalam Al-Quran atau As-Sunnah secara eksplisit. 

Dalam contoh kasus khamar di atas, yang menjadi al-far'u adalah an-nabidz, yaitu perasan dari selain kurma dan anggur, yang diproses menjadi khamar dengan pengaruh memabukkan.

3. Al-Hukmu

Yang dimaksud dengan al-hukmu (الحكم) adalah hukum syar'i yang ada dalam nash, dimana hukum itu tersemat pada al-ashlu di atas. Maksudnya, perasan.

4. Al-'Illat

Yang dimaksud dengan al-'illat (العلة) adalah kesamaan sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu (األصل (dan juga pada al-far'u (العلة).
Dalam contoh di atas, 'illat adalah benang merah yang menjadi penghubung antara hukum air perasan buah anggur dan buah kurma dengan air perasan dari semua buah-buahan lainnya, dimana keduanya sama-sama memabukkan.

Contoh Qiyas Dalam Thaharah

Ada banyak contoh penggunaan qiyas dalam bab thaharah. Beberapa diantarany sebagai berikut :

1. Babi Najis Mughallazhah

Babi najis mughallazhah diqiyaskan dengan najis air liur anjing yang juga mughallazhah. Padahal tidak ada satu pun ayat Al-Quran atau hadits nabawi yang menyebutkan bahwa babi itu nasjid mughallazah.

Yang ada sebatas haramnya makan daging babi yang disebutkan 4 kali di dalam Al-Quran. Kalau pun disebutkan najis sebagaimana di dalam surat An-Nahl ayat 115, namun tidak sampai menyebutkan level mughallazhah, dimana wajib dicuci pakai air hingga tujuh kali, salah satunya dengan tanah.
Yang ada ketentuannya bukan babi melainkan anjing, sebagaimana hadits berikut :

"Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim).

2. Istinja’ Pakai Tisu Qiyas atas Batu

Di masa Rasulullah SAW, kebanyakan orang buang hajat di padang pasir, di luar rumah dan di luar pemukiman penduduk. Untuk itu, istija’ yang mereka lakukan umumnya tidak menggunakan air, melainkan pakai batu. 

Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda"Bila kamu pergi ke tempat buang air maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan. (HR. Ahmad Nasai Abu Daud AdDaaruquthuni).

Namun syaratnya haus memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan. 

3. Tayammum Dua Tepukan

Ada dua pendapat tentang tayammum, apakah menepuk ke tanah itu cukup sekali saja, ataukah harus dua kali.
Jumhur ulama, wabil khusus para ulama di dalam mazhab As-Syafi’i menurut qaul jadid, serta mazhab Al-Hanafiyah lebih merajihkan hadits yang menepuk dua kali. Salah satu alasannya karena lebih dekat kepada wudhu, dimana setiap anggota wudhu membutuhkan air yang baru.

4. Hilang Akal Membatalkan Wudhu

Gila, ayan dan mabuk tidak ada haditsnya kalau bisa mengakibatkan batalnya wudhu’. Yang ada hadisnya adalah tidur. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. "Orang yang tidur maka dia harus berwudhu’ lagi".
Maka gila, ayan dan mabuk diqiyaskan dengan tidur, yaitu orangnya sama-sama mengalami ‘hilangnya akal’ atau disebut zawalul aqli.

5. Larangan Pada Perempuan Nifas

Kalau kita cari dalil yang sifatnya tekstual melarang perempuan yang sedang mendapat darah nifas menjalankan shalat, puasa, masuk masjid, sentuh mushaf dan jima', maka sudah bisa dipastikan tidak akan ditemukan.
Namun tanpa kecuali, seluruh ulama sepakat bahwa perempuan yang nifas terlarang melakukan semua itu. Dalilnya tidak lain adalah qiyas, di mana perempuan nifas diqiyaskan dengan perempuan haid.

6. Shalat Jumat dengan Zhuhur

Qiyas antara shalat Jumat dengan shalat zhuhur dilakukan oleh mazhab Asy-Syafi’iyah, khususnya dalam masalah shalat sunnah qabliyah Jumat dan kebolehannya menjama’ shalat Jumat dengan Zhuhur.

Maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Jumat berbeda dengan Zhuhur. Maka keduanya bisa dan boleh diqiyas, dalam arti apa-apa yang berlaku pada shalat Zhuhur pada dasarnya juga berlaku pada shalat Jumat.

7. Qiyas Pada Adzan

Sebagian ulama khususnya para ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah memandang bahwa selain berfungsi untuk memanggil orang-orang untuk shalat berjamaah, adzan juga boleh dikumandangkan dalam konteks di luar shalat.

Dr Wahbah Az-Zuhaily, ulama kontemporer abad 20 menuliskan dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami Wa Adillathu bahwa selain digunakan untuk shalat, adzan juga dikumandangkan pada beberapa even kejadian lainnya. 

Salah satunya kumandang adzan pada saat menurunkan mayyit ke dalam liang kuburnya. Alasannya karena merupakan qiyas dari kelahiran, di mana seolah-olah mayyit itu baru lahir di alam barzakh-nya. Meski pun tidak semua ulama mazhab Asy-Syafi'i sepakat.

8. Qiyas dalam Puasa

Ada beberapa praktek qiyas yang terkait dengan ibadah puasa, diantaranya masalah qiyas mencium istri saat puasa, fidyah dan kaffarat. Mencium Istri Tidak Batalkan Puasa Suatu hari Umar bin Khatthab mendatangi Rasulullah seraya berkata :

Dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu, beliau berkata,”Aku bercumbu dengan istriku dan menciumnya padahal sedang berpuasa”. 

Rasulullah SAW bertanya balik,”Bagaimana pendapatmu apabila kamu berkumur dalam keadaan puasa?”. Aku (Umar) menjawab,”Tidak batal”. Rasulullah SAW berkata,”Maka teruskan puasamu”. (HR. Ahmad). 

Dalam hadits tersebut Rasulullah mengqiyaskan mencium istri dengan berkumur–kumur, yang keduanya sama–sama tidak membatalkan puasa.

9. Qiyas Dalam Zakat

Dalam syariat zakat juga kita temukan banyak qiyas. Misalnya qiyas besar kepada gandum dan qiyas uang kertas kepada emas dan perak.

10. Qiyas Dalam Haji

Qiyas yang biasa dilakukan para ulama dalam masalah haji adalah masalah badal haji dan juga qiyas larangan potong bulu dan kuku.

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News