skin ads
skin ads
Hikmah

Sejarah Bulan Rajab Dalam Islam, Makna & Keutamaan

Kastolani Marzuki · Senin, 07 Februari 2022 - 17:06 WIB
Sejarah Bulan Rajab Dalam Islam, Makna & Keutamaan
Bulan Rajab yang merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah. (Foto: ist)

JAKARTA, iNews.id - Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah SWT. Lalu bagaimana sejarah Bulan Rajab dalam Islam?

Bulan Rajab dalam hitungan kelender Hijriyah adalah bulan ke-7. Sebelum adanya pembentukan kalender Hijriyah, bulan Rajab tidak dikenal sebagai bulan ke-7, karena memang belum ada penomoran dan urutan bulan. 

Nama-nama bulan pada kalender Hijriyah itu bukanlah wahyu yang turun kepada umat Islam. Justru nama-nama itu telah ada sebelumnya dan digunakan berabad-abad lamanya oleh bangsa Arab.

Mereka terbiasa menggunakan bulan sebagai media untuk menentukan waktu; karena itu penaggalan mereka disebut dengan al-Taqwim al Qamari (kalender Bulan), karena memang basis perhitungannya bergantung pada bulan.

Mereka memberikan nama bulan sesuai dengan keadaan alam atau keadaan sosiologi dan budaya yang mereka lakukan pada bulan-bulan tersebut.

Orang-orang sebelum masa Sayyidina Umar di mana kelender Hijriyah itu dibentuk, mengenal bulan Rajab sebagai Bulan mulia yang berada sebelum bulan Syaban dan sesudah bulan Jumadal-al-Tsaniyah.

Ustadz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "Rajab, Keutamaan & Hukumnya" menjelaskan, sebelum Islam datang, bulan Rajab sudah menjadi bulan yang dimuliakan oleh peradaban ketika itu. Salah satu bentuk pemuliaan yang diberikan untuk bulan Rajab adalah haramnya darah ditumpahkan dalam bulan itu. Untuk alasan apa pun.

Abu Nashr al-Farabi (393 H) menjelaskan dalam kitabnya al-Shihah Taaj al-Lughah (1/133):

Rajab artinya mulia; aku merajabkan sesuatu yakni memuliakannya dan mengagungkannya, dan sesuatu itu mulia. Dan karena itulah rajab dinamakan rajab; karena memang orang-orang terdahulu di zaman jahiliyah memuliakan bulan tersebut dan tidak menghalalkan peperangan. 

Karena kemuliaan Rajab juga, orang-orang jahiliyah bukan hanya mengharamkan peperangan, mereka pun memiliki ritual sembelihan ketika masuk bulan Rajab, untuk memberi makan keluarga dan orang-orang sekitarnya; sebagai bentuk pemuliaan dan mengharapkan kemuliaan dari bulan Rajab. 

Makna Rajab

Sembelihan tersebut biasa disebut dengan istilah “al-rajabiyah”, atau juga “al-‘Atirah”. Itu yang disebutkan oleh al-Farahidiy (170 H) dalam kitabnya; Kitab al-‘Ain (6/113). 

Ketika Islam datang, kemuliaan itu dipertegas denga banyaknya wahyu serta sabda Nabi Muhammad SAW yang menguatkan bahwa Rajab adalah bulan mulia, yang masuk dalam 4 bulan haram yakni bulan-bulan mulia yang memang dimuliakan oleh Allah SWT dalam wahyu-Nya. 

Rajab adalah salah satu bulan dari empat bulan yang disbeut dengan bulan haram; yakni Muharram, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab.

Dari Abu Bakrah ra, Nabi SAW bersabda: “setahun itu ada 12 bulan, dan di antaranya ada empat bulan mulia, tiga berurutan; Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab Mudhar yang ia itu berada antara jumada dan sya’ban”. (Muttafaq ‘alaiyh).

Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab” merupakan derivasi dari kata “tarjib” (الترجيب) yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb” (الأصب) yang berarti “yang mengucur” atau “menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini.

Bulan Rajab bisa juga dikenal dengan sebutan “Al-Ashamm” (الأصم) atau “yang tuli”, karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada bulan ini. Julukan lain untuk bulan Rajab adalah “Rajam” (الرجم) yang berarti “melempar”. Dinamakan demikian karena musuh dan setan-setan pada bulan ini dikutuk dan dilempari sehingga mereka tidak jadi menyakiti para wali dan orang-orang saleh.Allah memasukkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram alias bulan yang dimuliakan.

Pemuliaan yang diberikan syariat ini tentunya membuat empat bulan haram menjadi berbeda dengan bulan-bulan; termasuk dalam hal adab dan hukumnya.

Jadi bulan-bulan haram adalah; Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Disebutkan Rajab Mudhar, bukan berarti Rajab ada banyak jenisnya. Rajab hanya satu.

Disebutkan demikian, karena dahulu ada dua suku; Mudhar dan Rabi’ah, yang masing-masing sangat memuliakan beberapa bulan hijriyah.
Kaum Rabi’ah sangat menyukai dan mengagungkan bulan Ramadhan, sedangkan kaum mudhar sangat menaruh cinta yang dalam kepada Rajab, sehingga Rajab menjadi bulan yang sangat dimuliakan oleh kaum ini. Karena itulah, orangorang dahulu, menyebut Rajab dengan sebutan rajab Mudhar. (Syarhu Muslim li an-Nawawi 11/168).

Keutamaan Bulan Rajab

Allah SWT memberikan keistimewaan pada bulan-bulan haram di antara bulan-bulan lainnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

  إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (التوبة: ٣٦).  

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (Q.S. at-Taubah: 36).   

Allah menyebut empat bulan tersebut sebagai bulan-bulan haram karena pada awalnya peperangan di dalamnya diharamkan.

Imam al-Thabari dalam tafsirnya menukil perkataan sahabat Ibnu Abbas r.a., perihal kemuliaan yang Allah SWT berikan untuk bulan-bulan haram ini:

“Allah SWT memberika keistimewaan untuk empat bulan haram di antara bulan-bulan yang ada, dan diagungkan kemuliaannya bulan itu, dan menjadikan dosa yang terbuat serta amal ibadah yang dilaksanakan menjadi lebih besar ganjaran dosa dan pahalanya”. (Tafsir al-Thabari 14/238)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsir surat yang sama, beliau menukil perkataan Imam Qatadah, ahli tafsir dari kalangan Tabi’in:

“Allah SWT mensucikan makhluk-Nya di antaranya makhluk-makhluk ciptaan-Nya, mencusikan para rasul dari kalangan malaikat, mensucikan para Rasul di antara manusia yang lain, mensucikan dzikir dari perkataan makhlukNya, mensucikan masjid dari tanah-tanah lain, mensucikan bulan Ramadhan dan bulan-bulan haram di antara bulan-bulan lain, mensucikan hari jumat di antara hari-hari lain, mensucikan malam lailatul-qadr di antara malam-malam lain. Maka muliakanlah apa yang Allah s.w.t. telah muliakan. Sesungguhnya memuliakan apa yang Allah s.w.t. muliakan adalah yang dilakukan para ahli ilmu dan orang-orang berakal.” (tafsir Ibnu Katsir 4/149).

Puasa Sunnah Bulan Rajab

Salah satu bentuk pemuliaan atau pernghormatan kepada bulan-bulan haram, yakni berpuasa di dalamnya. Selain untuk memuliakan apa yang Allah SWT muliakan, berpuasa dan memperbanyak amal di bulan Haram adalah upaya memanfaatkan waktu yang Allah s.w.t. sediakan banyak pahala di dalamnya.

Selain karena memang bulan-bulan haram adalah bulan mulia, puasa di dalamnya juga disyariatkan karena memang ada riwayat yang secara eksplisit mensyaratkan itu. 

Imam Ahmad dalam musnad-nya, serta imam Abu Daud dan juga Imam Ibnu Majah dalam kitab sunan mereka meriwayatkan hadits dari salah seorang dari suku al-Bahilah: 

Aku mendatangi Nabi SAW lalu aku berkata kepada beliau: “wahai Nabi, aku adalah orang yang pernah datang kepadamu di tahun pertama”, Nabi kemudian bertanya: “kenapa badan kamu menjadi kurus?”, ia menjawab: “aku selama ini tidak makan dalam sehari kecuali malam saja”, Nabi bertanya: “siapa yang menyuruhmu menyiksa tubuhmu seperti ini?”, aku –al-Bahiliy- menjawab: “wahai Nabi, aku ini orang yang kuat bahkan lebih kuat”, Nabi mengatakan: “Puasalah bulan sabar –bulan Ramadhan- saja, dan sehari setelahnya!”, lalu aku menjawab: “aku lebih kuat dari itu ya Nabi!”, Nabi menjawab: “kalau begitu, puasa ramadhan dan 2 hari setelahnya!”, aku menjawab lagi: “aku lebih kuat dari itu wahai Nabi!”, Nabi berkata: “Kalau begitu, puasa Ramadhan, kemudian 3 hari setelahnya, dan puasalah pada bulan-bulan haram!”.

Puasa yang disebutkan adalah puasa secara mutlak, artinya puasa dengan waktu yang tidak tertentu, maka puasa di hari ke berapa pun dalam bulan-bulan haram itu tidak masalah, karena memang itu disunnahkan. 

Jumhur ulama umat ini menghukumi bahwa puasa Rajab itu termasuk ke dalam kelompok puasapuasa sunnah yang tentunya jika dikerjakan ada pahala yang diperoleh, dan tidak ada tanggungan dosa jika ditinggalkan.

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News