skin ads
skin ads
Hikmah

Tata Cara Wakaf, Syarat, Rukun, Jenis, Hukum & Hikmah

Kastolani Marzuki · Kamis, 03 Februari 2022 - 19:37 WIB
Tata Cara Wakaf, Syarat, Rukun, Jenis, Hukum & Hikmah
Tata cara wakaf syarat dan hikmah dalam Islam. (Foto: Freepik)

JAKARTA, iNews.id - Jumhur ulama sependapat bahwa wakaf adalah bagian dari sedekah yang hukumnya disunnahkan di dalam syariat Islam. Namun, ada beberapa tata cara wakaf yang perlu diketahui Muslim sebelum memberikan wakaf harta maupun tanah.

Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya Fiqih Waqaf: Mengelola Pahala yang Tak Berhenti Mengalir menjelaskan, wakaf itu sejenis ibadah maliyah yang spesifik atau khusus. Asal katanya dari kata wa-qa-fa yang artinya tetap atau diam. 

Wakaf berbeda dengan sedekah biasa. Kalau sedekah biasa, begitu seseorang memberikan hartanya, maka biasanya harta itu langsung habis manfaatnya saat itu juga. Misalnya, seseorang bersedekah memberikan 10 orang miskin makan siang. Begitu makanan sudah dilahap, maka orang itu dapat pahala. Tapi tidak ada pahala lainnya setelah itu, sebab pokok sedekah itu sudah selesai manfaatnya.

Sedangkan dalam wakaf, seseorang bersedekah dengan harta yang pokoknya tetap ada, namun harta itu bisa menghasilkan pemasukan atau penghasilan yang bersifat terus menerus dan juga rutin.

Dalil WakafAllah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk mensedekahkan sebagian dari harta yang dimiliki, sebagaimana firman Allah SWT :

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran : 92).

Berikut Tata cara wakaf:

1 .Wakif atau kuasanya datang menghadap Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) selaku pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW)

2.  Membawa dokumen asli kepemilikan tanah surat keterangan tidak dalam sengketa/perkara 

3. Tidak terbebani segala jenis sitaan, atau tidak dijaminkan dari instansi yang berwenang;

4. Nama dan identitas diri (KTP) wakif, nazhir, dan saksi

5. Wakif atau kuasanya mengucapkan ikrar wakaf kepada nazhir dengan disaksikan oleh dua orang saksi di hadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf tanah, yaitu kepala KUA.

6. PPAIW menerbitkan akta ikrar wakaf (AIW) rangkap 7 (tujuh) untuk disampaikan kepada: Wakif, Nazhir, Mauquf alaih, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Badan Wakaf Indonesia, dan Instansi berwenang lainnya.

7. PPAIW menerbitkan surat pengesahan nazhir.

8. PPAIW atau Nazhir mengajukan pendaftaran nazhir kepada Badan Wakaf Indonesia.

9. PPAIW atau nazhir mendaftarkan tanah wakaf kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Syarat Wakaf:

1. Berakal sehat
2. Dewasa 
3. Merdeka 
4. Tidak di bawah pengampunan.

Syarat Mauquf

Syarat wakaf yang kedua adalah benda yang diwakafkan harus melewati syarat Mauquf seperti:
1. Benda yang diwakafkan harus dalam kepemilikan wakif
2. Benda yang diwakafkan harus memiliki nilai
3. Benda yang diwakafkan harus diketahui saat terjadi wakaf
4. Benda tersebut dibenarkan untuk diwakafkan

Syarat Mauquf ‘Alaih
Syarat wakaf yang ketiga adalah Mauquf ‘Alaih yakni orang yang menerima wakaf. Terdapat dua jenis orang yang menerima wakaf yakni tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Lebih lanjut, yang dimaksud mua’yan adalah hanya sekumpulan orang atau satu orang saja yang dapat menerima manfaat wakaf. Sedangkan ghaira mu’ayan adalah penerima wakaf diberikan kepada pihak yang tidak spesifik seperti kepada fakir, miskin, tempat ibadah, dan masyarakat secara luas.

Syarat Shighat
Syarat wakaf ke empat adalah yang berhubungan dengan isi ucapan atau yang disebut dengan syarat shighat. Ada beberapa syarat shighat yakni

Ucapan bisa dilaksanakan atau direalisasikan segera, tanpa ada syarat-syarat tambahan
Ucapan bersifat pasti
Ucapan tidak mengandung syarat yang dapat membatalkan wakaf
Ucapan harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya wakaf(tidak sah jika ucapan mengandung batas waktu)

Rukun Wakaf

Menurut jumhur ulama, di antaranya Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, ada empat hal yang menjadi rukun wakaf, yaitu adanya shighat atau ikrar atas wakaf, adanya pemilik harta yang mewakafkan harta miliknya, adanya harta yang diwakafkan, adanya pihak yang diserahkan kepadanya harta wakaf itu.

1. Shighat

Rukun pertama wakaf dan disepakati oleh seluruh ulama adalah sighat. Yang dimaksud dengan shighat adalah semacam pernyataan atau ikrar yang diucapkan oleh orang yang punya harta untuk mewakafkan harta yang dimilikinya.

Biasanya shighah itu terdiri dari dua hal, yaitu ijab dan kabul. Ijab adalah pernyataan dari pemilik harta untuk menyerahkan harta miliknya sebagai wakaf. Sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan dari pihak yang diserahkan kepadanya harta wakaf.

2. Orang Yang Mewakafkan Harta

Wakaf adalah sebuah bentuk ibadah yang bersifat taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah, sehingga agar wakaf itu menjadi sah hukumnya, pelakunya harus memenuhi ketentuan sebagai orang yang layak untuk beribadah. Orang yang mewakafkan harus beragama Islam.

3. Akil dan Baligh

Wakaf yang diserahkan oleh seorang yang gila atau tidak waras, tentu hukumnya tidak sah. Sebab orang gila itu tidak berhak untuk melakukan akad tukar menukar, jual beli ataupun penyerahan hak atas suatu harta kepada pihak lain.

4. Merdeka

Seorang hamba sahaya pada hakikatnya tidak punya hak atas harta kekayaan. Kalau pun dia bekerja keras membanting tulang dan mendapat upah, secara otomatis upahnya itu menjadi milik tuannya, sebagaimana kuda penarik delman yang seharian mengerahkan tenaga, uang pembayaran naik delman itu tidak menjadi milik kuda, tetapi menjadi milik tuannya. Karena hakikat seorang hamba sahaya tidak lebih dari seekor kuda dari sisi hak kepemilikannya.

5. Tidak Terpaksa

Syarat keempat dari orang yang mewakafkan hartanya di jalan Allah adalah keadaannya yang tidak dalam kondisi yang terpaksa. Dia punya pilihan yang sama kuat untuk menetapkan pilihannya, apakah dia mewakafkan atau tidak. Ada pun wakaf yang dilakukan dengan terpaksa, maka hukumnya tidak sah.

Pengertian wakaf yakni penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya. Dalam arti lain, wakaf yakni menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.

Sedangkan menurut ulama Mazhab Syafii, wakaf adalah menahan harta yang bisa diambil manfaatnya bersama keabadian ain-nya, untuk dibelanjakan pada hal-hal yang mubah.

Hukum Wakaf

Para ulama dengan melihat kasus-kasus yang terjadi membagi hukum wakaf menjadi lima, yaitu sunnah, wajib, mubah, makruh dan haram.

1. Wakaf Sunnah

Seluruh fuqaha dari semua mazhab sepakat bahwa wakaf itu hukumnya asalnya merupakan ibadah sunnah, sesuai dengan dalil-dalil di atas, dengan nilai pahala yang bisa menjadi berlipat berkali-kali besarnya. Namun mereka tidak mengatakan bahwa wakaf itu wajib.

Wakaf hukumnya dasarnya adalah sunnah, selama wakaf itu dipersembahkan demi semua hal yang bermanfaat bagi manusia, serta tetap berada di dalam koridor yang diridhai Allah SWT. Seperti wakaf tanah untuk dibangun masjid, madrasah, mushalla, perpusatakaan, atau sarana umum untuk publik dimana setiap orang bisa mengambil manfaatnya secara positif, maka hukumnya sunnah dan dijanjikan pahala yang terus mengalir.

2. Wakaf Wajib

Namun terkadang ibadah yang hukum asalnya sunnah, bila diniatkan dengan niat tertentu, bisa menjadi wajib. Contohnya bila seseorang bernadzar untuk mewakafkan hartanya apabila doa dan harapannya terkabul.

Maka wakaf baginya berubah hukum dari yang asalnya sunnah menjadi wajib, manakala apa yang dinadzarkannya itu menjadi kenyataan.

Di antara dalil-dalil wajibnya seseorang mengerjakan apa yang telah menjadi apa telah dinadzarkan adalah firman Allah SWT :

وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ

Dan hendaklah mereka menuunaikan nadzar-nadzar mereka. (QS. Al-Hajj : 29).

3. Wakaf Mubah

Para ulama juga menuliskan dalam kitab mereka adanya wakaf yang sifatnya mubah, dimana orang yang mewakafkan hartanya itu tidak mendapat pahala. Contohnya adalah orang kafir dzimmi yang merelakan hartanya untuk kepentingan umum.

Hukumnya boleh kalau ada orang yang tidak beragama Islam mau mewakafkan tanpa syarat, tetapi di sisi Allah amalnya itu tidak ada manfaatnya, alias tidak memberikannya pahala. Sehingga para ulama memasukkan ke dalam jenis wakaf yang hukumnya mubah.

4. Wakaf Haram

Sedangkan wakaf yang haram hukumnya adalah wakaf di jalan yang bertentangan dengan agama Allah. Seperti orang yang mewakafkan hartanya untuk kemaksiatan, judi, minuman keras dan semua jalan yang tidak diridhai Allah SWT.

Termasuk yang diharamkan mewakafkan tanah untuk dibangun di atasnya gereja dan rumah ibadah agama lain. Wakaf di jalan seperti itu hukumnya wakaf yang haram.

Dan yang termasuk wakaf yang haram adalah mewakafkan harta khusus hanya untuk anak laki-laki saja, tanpa menyertakan anak perempuan. Tindakan itu diharamkan karena mirip dengan sistem pembagian waris jahiliyah, dimana anak perempuan otomatis kehilangan hak warisnya, dan hanya anak laki-laki saja yang mendapatkan harta warisan dari orang tuanya.

Jenis Wakaf

Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak
seperti tanah dan bangunan, maka Undang Undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, memberikan solusi atau aturan bahwa
orang yang mewakafkan (wakif) dapat mewakafkan sebagian kekayaannya.

a. Wakaf benda Tidak Bergerak meliputi:

  1. Wakaf Tanah
  2. Bangunan
  3. Tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah

b. Harta benda wakaf bergerak baik berwujud atau tidak berwujud meliputi:

  1. Uang
  2. Logam mulia
  3. Surat berharga
  4. Kendaraan
  5. Hak kekayaan intelektual
  6. Hak sewa dan benda bergerak lainnya

Hikmah Wakaf

Karena besarnya manfaat wakaf ini, maka wakaf tidak cukup hanya dipahami sebatas aturan atau hukumnya saja, tetapi juga filosofi dan hikmahnya, sehingga pengumpulan harta wakaf dan pendayagunaannya bisa dilakukan seoptimal mungkin. 

1. Wakaf sebagai ibadah sosial

Ibadah sosial adalah jenis ibadah yang lebih berorientasi pada habl min al-nas, hubungan manusia dengan lingkungannya, atau biasa juga disebut kesalehan sosial. Ini adalah satu paket dalam kesempurnaan ibadah seorang hamba di samping kesalehan dalam ibadah vertikal, habl min Allah. Keduanya ibarat dua keping mata uang yang tak terpisahkan. Wakaf, dalam konteks ini, masuk dalam kategori ibadah sosial. Dalam pandangan agama, wakaf adalah bentuk amal jariah yang pahala akan terus mengalir hingga hari akhir, meski orangnya telah tutup usia. Rasulallah saw bersabda, “Apabila anak Adam meninggal maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).

2. Wakaf mengalirkan pahala tiada akhir

Dalil yang menjadi dasar keutamaan ibadah wakaf dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran dan Hadits, antara lain:

Surat Ali Imran ayat 92. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.”

3. Wakaf untuk sarana dan prasarana ibadah dan aktivitas sosial

Sebenarnya wakaf sudah dikenal dalam masyarakat Arab kuno di Makkah sebelum kedatangan Muhammad saw. Di tempat itu, terdapat bangunan ka’bah yang dijadikan sarana peribadatan bagi masyarakat setempat. Al-Quran menyebutnya sebagai tempat ibadah pertama bagi manusia, yakni Q.S. Ali Imran ayat 96: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia adalah Baitullah (Ka’bah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua masnusia.” Oleh karena itu, bisa dikatakan, ka’bah merupakan wakaf pertama yang dikenal manusia dan dimanfaatkan untuk kepentingan agama.

4. Wakaf untuk peningkatan peradaban umat

Masjid sebagai harta wakaf di masa awal Islam mempunyai peran yang signifikan. Selain sebagai sarana ibadah, ia juga digunakan untuk pendidikan dan pengajaran, yang biasa disebut dengan halaqah, lingkaran studi. Kegiatan ini tak lain merupakan bagian dari upaya mencerdaskan dan membangun peradaban umat. Di tempat itu, diajarkan cara membaca al-Quran dan menulis. Di samping itu, didirikan pula katatib, sejenis sekolah dasar yang mengajarkan membaca, menulis, bahasa arab, dan ilmu matematika.

5. Wakaf untuk peningkatan kesejahteraan umat

Kalau ditarik benang merah dari beberapa pembahasan di atas, maka akan tampak jelas, bahwa hikmah lain disyariatkannya wakaf adalah untuk mensejahterakan kehidupan manusia secara umum. Ini sejalan dengan pandangan ulama al-Azhar Mesir Ali Ahmad al-Jurjawi, penulis Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu. Menurutnya, wakaf seharusnya mampu mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, serta dapat meningkatkan taraf hidup manusia.

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News