Hikmah

Khutbah Idul Fitri: Istikamah Menggapai Takwa

Kastolani Marzuki · Selasa, 11 Mei 2021 - 15:30 WIB
Khutbah Idul Fitri: Istikamah Menggapai Takwa
Muslim dianjurkan melaksanakan sholat idul fitri di masjid maupun musala. (Foto: Antara)

JAKARTA, iNews.id - Salah satu amalan sunnah di Hari raya Idul Fitri yakni menjalankan sholat Idul Fitri. Sholat sunnah ini dikerjakan dua rakaat dengan khutbah yang dilakukan selepas sholat. Hal ini berbeda dengan sholat Jumat karena khutbah dilakukan sebelum sholat dikerjakan.

Umat Islam tinggal beberapa hari lagi menjalankan puasa Ramadhan. Sudah sepatutnya Muslim bersedih karena akan ditinggalkan bulan Ramadhan yang penuh ampunan dan barokah. 

Setelah berpuasa sebulan penuh, saatnya Muslim merayakan hari kemenangan mengendalikan hawa nafsu dengan memperbanyak membaca takbir, tahmid dan tahlil di Hari Raya Idul Fitri.

Sesuai kalender, 1 Syawal 1442 Hijriah akan jatuh Kamis, 13 Mei 2021. Namun, kepastian 1 Syawal itu masih harus menunggu keputusan pemerintah melalui sidang isbat yang akan digelar hari ini, Selasa (11/5/2021) petang. 

Berikut khutbah Idul Fitri 1442 Hijriah dilansir dari dakwahnu.id yang ditulis H. Ahmad Zuhri Adnan, M. Pd.
(Ketua LDNU KAb. Cirebon, Pengasuh PP Ketitang Cirebon).

اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر. اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلهِ
كثيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ، اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي اَمَرَنَا اَنْ نُقِيْمَ الِاجْتِماعَ وَالعَفْوَ بَيْنَ العِبادِ وَنَهَاناعَنِ التَّفَرُّقِ والتَّباغُضِ والِابْتِعادةِ، احْمَدُهُ سُبْحانَهُ وَتعالى مِنْ اِلٰهٍ اَعادَ الاَعْيَادِ وادَّخَرَها بِكُلِّ عَمَلٍ فِي يَوْمَ المَعادِ،  أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،  اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّد وَ عَلَى أَلِ سَيِّدِنا مُحَمّدٍ أَمَّا بَعْدُ: فَيَاَيُّهَا اْلإخْوَانُ، أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ اْلعَظِيْمُ.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di momen yang mulia dan penuh kemenangan ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Takwa dengan bersungguh-sungguh dan tulus ikhlas karena Allah taala. Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kita juga patut bersyukur bahwa kita telah lalui bersama bulan suci Ramadan. Bulan yang dijanjikan Allah dengan pahala yang melimpah dan diampuni dosa-dosanya bagi yang melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan ketakwaan. Meskipun Idul Fitri ini merupakan tahun kedua kita melaksanakan hari kemenangan di tengah merebaknya wabah Covid-19, tetapi ungkapan rasa syukur harus tetap kita panjatkan kepada Allah SWT karena salaa satu rahasia Allah memberikan ujian kepada hambanya adalah akan menempatkan hambanya pada tempat yang mulia apabila menerima ujian itu dengan sabar, sebagimana firman-Nya dalam QS ar-Rad:24

سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ

“Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu”

Allahu akbar  Allahu akbar Allahu akbar Walillaahil hamd

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang artinya kembali, sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa juga berarti suci. Maka berbahagialah, karena pada hari ini berarti kita dikembalikan pada asal kejadiannya yang suci dan bersih karena di samping telah berhasil menambah pundi-pundi pahala saat bulan Ramadan, juga dosa-dosa kita diampuni oleh Allah. Maka untuk menjaga kesucian itu, di hari Mubarak ini kita semangati hari-hari dengan silaturrahmi, saling memaafkan, dan menebar kasih sayang.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Jika dikaitkan dengan tujuan puasa bulan Ramadan yaitu menjadi insan yang bertakwa maka kesucian jiwa yang hakiki pada momen perayaan ini adalah takwa kepada Allah SWT. Orang yang bertakwa adalah orang yang taat kepada Allah SWT dan mau meninggalkan maksiat karena takut akan siksa-Nya. Setiap muslim belum bisa dikatakan sebagai orang yang takwa jika belum menjalankan kewajiban dan menunaikan ibadah sunnah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Seseorang yang bertakwa kepada akan selalu mendapatkan petunjuk serta hidayah dari Allah SWT. Sedangkan, bagi orang-orang zalim, tidak akan mendapatkan apapun selain kerugian. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam surah Al Israa’: 82

وَنُنَزِّلُ مِنَ الۡـقُرۡاٰنِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَّرَحۡمَةٌ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ‌ۙ وَلَا يَزِيۡدُ الظّٰلِمِيۡنَ اِلَّا خَسَارًا‏

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”

Allahu akbar  Allahu akbar Allahu akbar Walillaahil hamd

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ditegaskan lagi bahwa tujuan puasa bulan Ramadan yaitu menjadi insan yang bertakwa. Ada banyak ayat dalam Al-Quran yang mengungkapkan ciri orang bertakwa. Maka dalam kesempatan yang berbahagia ini akan kami sampaikan ciri orang bertakwa yang relevan dengan aktivitas amalan pada saat bulan Ramadan.

Ciri yang pertama yaitu sabar, Salah satu hikmah puasa adalah melatih kesabaran. Orang yang sabar maka akan mendapatkan pahala yang tiada batas. Dalam Al Qur’an surah Az-Zumar ayat 10 Allah berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâ’if al-Ma’ârif fî mâ li Mawâsîm al-‘Âm min al-Wadhâ’if, 2002, h. 207)

Maka amaliah Ramadan yang relevan dengan ciri ketakwaan adalah berpuasa enam hari di bulan syawal. Amaliah ini sebagai estaveta utama dalam ibadah bulan Ramadan yaitu menahan lapar dan dahaga serta melatih kesabaran. Maka setelah Idul Fitri hendaklah kita segera menyambungnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini memiliki keutaamaan khusus yakni seakan berpuasa selama setahun penuh sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ‎

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim).

Ciri yang kedua yaitu menjaga sholat. Sholat merupakan prioritas utama indikator ketakwaan seseorang. Lebih bernilai lagi jika sholat dilaksanakan dengan berjamaah dan penuh kekhusyuan. Dalam surah al-Baqoroh ayat 3 Allah menegaskan indikasi orang bertakwa,

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Oleh karena itu, rutinitas sholat jamaah yang kita jalankan saat bulan Ramadan harus istiqomah kita tekuni pasca Idul Fitri, bahkan harus lebih semangat lagi. Dengan demikian maka hikmah ibadah sholat akan tertransformasikan dalam kehiupan sehar-hari. Sebagaimana kita mafhumi bersama bahwa sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar, penghapus kesalahan dan dosa, dan menguatkan jiwa saat menghadapi cobaan kehidupan.

Ciri yang ketiga yaitu gemar bersedekah. Sedekah merupakan bentuk amal ibadah yang berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan umat, menjalin persaudaraan, dan mewujudkan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Ekses sedekah tidak hanya dirasakan oleh pelakunya tapi juga orang lain. Setiap harta yang diinfakkan atau disedekahkan Allah SWT akan menggantikannya dengan yang lebih baik kelak. Sebagaimana firman Allah SWT,

 وَمَاۤ اَنۡفَقۡتُمۡ مِّنۡ شَىۡءٍ فَهُوَ يُخۡلِفُهٗ ۚ وَهُوَ خَيۡرُ الرّٰزِقِيۡنَ

“Apapun harta yang kalian infakkan, maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezeki”. (QS. Saba: 39).

Dalam surah al-Baqoroh di atas disebutkan bahwa ciri orang yang bertakwa adalah menginfakkan sebagian rezekinya. Saat bulan Ramadan infaq dan sedekah merupaka amal yang sangat baik ketika selama Ramadan. Di bulan mulia itu begitu banyak orang-orang yang berinfak untuk pembangunan masjid, pondok pesantren penghafal Qur’an, para fakir miskin, kegiatan dakwah dan pendidikan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang bernilai pahala jariyah. Tentu hal ini harus kita tingkatkan pasca Idul Fitri.

Allahu akbar  Allahu akbar Allahu akbar Walillaahil hamd

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ciri yang keempat yaitu gemar tadarrus Al-Quran. Dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits al-Samarqandi ciri orang yang bertakwa adalah yang lisannya tidak pernah digunakan untuk berkata bohong dan gunjing. Lisannya fokus dzikir, baca qur’an, diskusi ilmu, dan hal baik lainnya. Selaras dengan itu dalam surah al-Mukminun ayat 3 Allah berfirman,

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ

“dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.”

Bulan Ramadan identik dengan bulan Qur’an hal itu karena di bulan Ramadan Al Qur’an diturunkan yang dikenal dengan nuzulul quran. Kita melihat kaum muslimin bersemangat untuk selalu membaca, menghafal dan mentadaburi nilai-nilai Al Qur’an di bulan Ramadan. Maka untuk meraih insan muttaqin tentu kita harus istiqomah tadarus Al-Quran pasca bulan Ramadan.

Ciri yang kelima yaitu senantiasa melakukan kebaikan. Syaikh Wahid bin Abdussalam Baaly dalam bukunya Merasih Keajaiban di Tengah Malam menguraikan, Allah SWT mensifati orang-orang yang bertakwa dengan senantiasa melakukan kebaikan. Salah satu kebaikan yang dilakukan adalah mendirikan shalat malam. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat Adz-Dzariyat ayat 15-16 yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di taman-taman surga dan mata air-mata air, sambil mengambil apa-apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Lebih lanjut Surat 18  menegaskan:

كَانُوْا قَلِيْلًا مِّنَ الَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ

”Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam hari dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampunan kepada Allah SWT.”

Di bulan Ramadan, selain sholat tarawih kita dilatih untuk istiqomah melaksanakan iitikaf dengan amaliah qiyamul lail atau sholat malam. Pada malam hari di bulan Ramadan, banyak umat Muslim yang bersemangat untuk melaksanakan salat malam. Begitu banyak keutamaan ibadah ini di antaranya Rasulullah SAW,

أفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيضَةِ : صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR. Muslim)

Sungguh besar pahala dan hikmah qiaumul lail dan kita telah digladi atau dilatih selama bulan Ramadan. Maka dalam rangka ikhtiar meraih predikat insan muttaqin, kita berusaha istiqomah menjalankan qiyamul lail pasca Idul Fitri.

Demikianlah khotbah ini, semoga dapat kita hikmati bersama. Mudah-mudahan kita dapat menjadi pribadi yang istiqomah dalam menggapai ketakwaan kepada Allah SWT. Kita juga mari berdoa agar wabah ini segera berakhir dan Indonesia kembali hidup nyaman dan damai amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Editor : Kastolani Marzuki

Follow Berita iNews di Google News