Makna Hadits Ipar adalah Maut
Berkaitan dengan hadits Ipar adalah Maut, Yuniar Indra, Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang dalam artikelnya di laman tebuireng menjelaskan, hadits tersebut menurut para ulama hadits merupakan larangan atau bentuk kewaspadaan bagi seorang laki-laki untuk tidak masuk ke rumah perempuan meskipun saudara ipar karena bisa menyebabkan kematian atau prahara.
Al-Tirmidzi berkomentar bahwa kemakruhan berdekatan dengan ipar itu sejalan dengan hadis Nabi,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
Ia memaknai kata “al-Hamw” adalah saudara laki-laki suami yang dimakruhkan untuk berduaan dengannya. Al-Darimi memaknai “al-Hamw” adalah kerabat suami. Laits ibn Said dalam Sahih Muslim mengatakan bahwa “al-Hamw” itu saudara laki-laki suami, atau yang semakna dengannya dari pada kerabat-kerabat suami seperti anak paman (keponakan suami).
Muhammad Amin Al-Harari dalam Syarh Sahih Muslim mengomentari bahwa mati yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah matinya agama bisa berupa perceraian atau perzinahan. Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari mengatakan bahwa “mati” bisa secara hakiki, dikarenakan hukuman mati dirajam, atau “mati” secara majas, yakni mati agama. Hal serupa juga tertulis dalam Irsyad al-Sari syarh Sahih Bukhari karya Al-Qasthalani, Hukum ini tidak hanya tertuntut pada seorang lelaki yang akan bertamu dengan istri saudaranya saja, begitupun sebaliknya.
Salah seorang cendekiawan dalam akun instagramnya @ismaelalkholilie memberi uraian panjang tentang prosedur bersikap dengan saudara ipar. Ia mengutip pendapat Habib Alwi Alaydrus dalam kitab I’la’ al-Shaut bi Bayani Hadis al-Hamw al-Maut, bahwa hendaknya sikap antar saudara ipar itu;
pertama, tidak ada khalwah (berduaan) di manapun entah rumah, mobil, dapur, dan lain sebagainya, kedua, saudara ipar perempuan tidak berhias dan memakai parfum, atau hal lain yang dapat membuka godaan nafsu dan setan, ketiga, saudara ipar perempuan tidak menampakkan kecuali wajah dan telapak tangan saja. Selayaknya memang bagi orang yang berkecukupan untuk tinggal bersama istrinya berjarak dari kerabat-kerabatnya yang bukan mahram dalam rumah yang terpisah. Jika memang tidak berkecukupan dan harus tinggal serumah, maka tidak masalah dengan syarat dan batasan harus terpenuhi.
Editor : Kastolani Marzuki
Follow Berita iNews di Google News