Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Fir’aun diberikan kekuasaan tetapi tetap jumawa. Akhirnya Allah tenggelamkan ia karena kepongahannya. Ia menjadi manusia yang sombong dan menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya ia mati ditenggelamkan di dalam laut bersama pasukannya ketika mengejar Nabi Musa.
Qarun adalah salah satu orang yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Awalnya ia adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa. Kemudian diajarkan kepadanya oleh Nabi Musa tentang cara mengelola emas. Dalam waktu singkat, ia pun menjadi kaya raya dengan mempunyai banyak emas dan harta melimpah. Akan tetapi, lambat laun ia mulai lupa kepada Allah.
Qarun dengan kelalaiannya pun dibinasakan dengan ditelan bersama harta-hartanya. Makanya, kalau hari ini ada yang menemukan harta tertimbun dalam tanah, orang-orang akan menyebutnya sebagai harta karun, dengan dinisbatkan kepada harta Qarun yang ditelan bumi. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan” (QS Ali-Imran: 178).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Istidraj bisa terjadi kepada siapa saja, baik orang awam maupun ahli ibadah. Orang mukmin akan merasa takut dengan istidraj, yakni kenikmatan semu yang sejatinya murka Allah SWT. Namun sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman akan beranggapan bahwa kesenangan yang mereka peroleh merupakan sesuatu yang layak didapatkan.
Biasanya, istidraj diberikan kepada orang-orang yang mati hatinya. Mereka adalah orang yang tidak merasa bersedih atas ketaatan yang ditinggalkan dan tidak menyesal atas kemaksiatan yang terus dilakukan.
Secara psikologis, orang yang tertimpa istidraj, perilakunya sangat terlena dengan semua yang ia punya, sehingga lupa bahwa semuanya hanyalah titipan sementara. Dia lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan, begitu juga dia gemar melakukan kemaksiatan tanpa merasa berdosa.
Dan menganggap nikmat yang Allah Swt berikan merupakan sebuah anugerah dan kebaikan untuknya. Ketika hal ini terjadi, maka akan berakibat nantinya mendapatkan siksaan dari arah yang tidak disangka-sangka. Maka dari itu, kita perlu meminta pertolongan kepada Allah SWT dan juga mengasah keimanan agar terus meningkat sehingga menyadari hakikat nikmat dan siksaan.
Editor : Kastolani Marzuki
Follow Berita iNews di Google News