Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diikuti dengan perkembangan ilmu astronomi, sehingga bisa menghitung gerak bulan dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil, bahkan sekarang ini hasilnya nyaris tanpa salah.
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawy di dalam kitabnya “Kaifa Nata’amalu Ma’a As-Sunnah” menjelaskan tentang cara memahami teks hadits melaui kaidah: التمييز بين الهدف الثابت والوسيلة المتغيرة (membedakan antara tujuan yang tetap dan wasilah atau cara yang (bisa) berubah)
Dalam hal ini beliau memberikan contoh tentang hadits puasa Ramadhan dan rukyat, sabda Rasulullah SAW:
صوموا لرؤيته ـ أي الهلال ـ وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فاقدروا له
“Berpuasalah kalian dengan meliaht (bulan) dan berbukalah (berlebaran) dengan melihat bulan, jika terhalang oleh kalian melihat bulan maka taqdirkanlah”
Hadf (tujuan) utama dari hadits ini adalah hendaklah seluruh ummat Islam berpuasa penuh satu bulan pada bulan Ramadhan, dan jangan pernah meninggalkan satu hari pun tanpa adanya halangan yang membolehkan baginya untuk berpuasa.
Adapun melihat bulan (rukyat) itu hanya wasilah yang sangat mungkin bisa berubah dari waktu ke waktu, jika pada zaman Rasulullah SAW wasilah yang paling mudah dilakukan hanya dengan obsevasi mata telanjang, maka sekarang observasi tentunya bisa dengan mengunakan peralatan moderen, atau bisa juga menggunkan ilmu hisab yang tingkat kesalahannya sangat minim.
Wujud Al-Hilal (Keberadaan Bulan)
Wujudul Hilal adalah salah satu metode hisab yang digunakan oleh sebagian ormas di Indonesia, khususnya Muhammadiyah. Sederhanyan, kriteria metode Wujud Al-Hilal ini harus memenuhi tiga perkara:
1- Telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2- Ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3- Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Jika dalam hitungan ilmu hisab ketiga ini sudah terpenuhi, maka bisa dipastikan bahwa pada malam tersebut sudah masuk bulan baru, dan esoknya kita sudah berpuasa, walau tanpa memperhatikan ketinggian bulan, asalkan posisinya sudah berada di atas ufuk.
Demikian penjelasan mengenai metode penentuan awal 1 Ramadhan dengan metode rukyat dan hisab.
Wallahu A'lam
Editor : Kastolani Marzuki
Follow Berita iNews di Google News