Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA mengatakan, motivasi berqurban ini sangat kuat karena memang agama memerintahkannya, perintah ini difahamai oleh mayoritas ulama sebagai sebuah kesunnahan yang levelnya berada di atas sunnah-sunnah biasa lainnya, sunnah muakkadah namanya, walaupun dilain pihak saking kuatnya motivasi ibadah ini para ulama dari madzhab Hanafi menyatakan bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah).
Namun menurut penuturan mayoritas ulama bahwa perintah berqurban itu diikat degan unsur motivasi dari dalam diri masing-masing, karenanya jika tidak mau atau belum mau berqurban karena ada kepentingan lain walaupun sudah mampu, maka yang demikian tidak berdosa, maka dari sini perintah berqurban itu dinilai tidak wajib hukumnya oleh mayoritas ualama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits lainnya bersabda:
إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا
“Bila telah memasuki 10 (hari bulan Dzulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia memotong rambutnya dan kuku-kukunya”. (HR. Muslim dan lainnya).
Editor : Kastolani Marzuki
Follow Berita iNews di Google News