Jejak Kerajaan Saung Agung di Wanayasa, Penentang Persetujuan Prabu Surawisesa dan Portugis

Asep Supiandi · Rabu, 07 September 2022 - 11:58 WIB
Jejak Kerajaan Saung Agung di Wanayasa, Penentang Persetujuan Prabu Surawisesa dan Portugis
Situ Wanayasa merupakan ikon Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Wilayah yang berada di lereng Gunung Burangrang ini memiliki perjalanan panjang dari masa ke masa sebagai. (Foto: Istimewa) 

Masyarakat adat di Ciseureuh (Kecamatan Kiarapedes) mengaku bahwa mereka keturunan Pajajaran, yang sudah menetap di sana sejak zaman Pajajaran. Di daerah tersebut masih terdapat tujuh leuit (lumbung padi) berjejer di samping rumah ketua adatnya, yang disebut Abah Sepuh. Mereka juga masih memiliki sawah adat yang digarap bersama untuk kepentingan bersama, di antaranya untuk mengisi tujuh lumbung padinya. 

Bangunan tujuh lumbung padi yang berjejer, mengingatkan kita kepada ungkapan cerita pantun “tujuh leuit nu ngabandung” (tujuh lumbung padi yang berdampingan). Namun jika mencermati upacara adatnya yang disebut “Hajat Mulud” tampak sekali pengaruh Cirebon. Antara lain dengan dilaksanakannya upacara membersihkan benda-benda pusaka seperti halnya “Nyangku” di Panjalu dan “Panjang Jimat” di Cirebon. 

Pada kesempatan tersebut ditampilkan kesenian terebangan, dengan melantunkan lagu-lagu buhun bberbahasa Sunda. Acara terebangan dilaksanakan siang hari untuk mengiringi kaum perempuan yang sedang membuat ketupat Mulud. Perempuan yang diperbolehkan terlibat
dalam pembuatan ketupat Mulud tersebut adalah perempuan yang sudah tidak mengalami haid lagi (menopause). 

Kemudian malamnya dilanjutkan dengan acara “ngabungbang”, yakni begadang semalam suntuk membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan keadaan “nagara”. Acara tersebut, selain dihadiri oleh masyarakat adat setempat, juga dihadiri oleh beberapa perwakilan masyarakat dari daerah lain, yang secara turun-temurun menjadi pendukung acara “Hajat Mulud”.


Editor : Asep Supiandi

Follow Berita iNews di Google News